28/08/2012

Penyakit Paling Berbahaya

Antara tahun 1986-1987, sejumlah cendekiawan  seperti Dr. M. Amien Rais, Dr. Kuntowijoyo, Dr. Yahya Muhaimin, Dr. A. Watik Pratiknya, dan Endang S. Anshari -- melakukan wawancara intensif dengan Dr. Mohammad Natsir. Mereka menggali pemikiran Natsir dengan sangat intensif. Berulang-kali wawancara dilakukan. Sayang, hasil rekaman wawancara itu kemudian tidak terselamatkan. Dokumen yang tersisa hanya sebuah buku setebal 143 halaman, berjudul Percakapan Antar Generasi: Pesan Perjuangan Seorang Bapak (1989).

Tentu saja, buku ini menjadi sangat penting, karena merekam pemikiran dan pesan-pesan perjuangan Dr. Mohammad Natsir kepada generasi pelanjutnya. Natsir memang dikenal sebagai  seorang pejuang dan pemikir Islam, yang pada 7 November 2008 diberi gelar sebagai Pahlawan Nasional oleh pemerintah RI. Kiprah M. Natsir dalam perjuangan Islam dikenal secara luas, bukan hanya di Indonesia, tetapi juga  di dunia Islam. Meskipun buku Percakapan Antar Generasi itu mengemukakan gagasan-gagasan singkat, tetapi banyak pemikiran penting yang bisa dipetik dari seorang M. Natsir, yang ketika itu sampai pada tahap-tahap kematangan pemikirannya.

Ketika ditanya oleh para kadernya tentang penyakit yang paling berbahaya bagi umat Islam dan bangsa Indonesia saat ini, Pak Natsir dengan tegas mengatakan: ”Salah satu penyakit bangsa Indonesia, termasuk umat Islamnya, adalah berlebih-lebihan dalam mencintai dunia.” Lalu, ditambahkannya: ”Di negara kita, penyakit cinta dunia yang berlebihan itu merupakan gejala yang ”baru”, tidak kita jumpai pada masa revolusi, dan bahkan pada masa Orde Lama (kecuali pada sebagian kecil elite masyarakat). Tetapi,  gejala yang ”baru” ini, akhir-akhir ini terasa amat pesat perkembangannya, sehingga sudah menjadi wabah dalam masyarakat. Jika gejala ini dibiarkan berkembang terus, maka bukan saja umat Islam akan dapat mengalami kejadian yang menimpa Islam di Spanyol, tetapi bagi bangsa kita pada umumnya akan menghadapi persoalan sosial yang cukup serius.” 

Dan memang, penyakit cinta dunia (hubbud-dunya) itulah salah satu sumber kehancuran utama umat Islam. Rasulullah saw bersabda: “Apabila umatku sudah mengagungkan dunia maka akan dicabutlah kehebatan Islam; dan apabila mereka meninggalkan aktivitas amar ma'ruf nahi munkar, maka akan diharamkan keberkahan wahyu; dan apabila umatku saling mencaci, maka jatuhlah mereka dalam pandangan Allah.” (HR Hakim dan Tirmidzi).

Di tengah berbagai kesulitan dan tantangan dakwah yang berat saat ini, pesan Pak Natsir itu perlu diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Jika penyakit ini sudah menggejala, maka pasti kehancuran menanti umat. Di bidang apa pun. Penyakit hubbud-dunya (gila dunia)  berawal dari penyakit iman, yang berakar pada persepsi yang salah bahwa dunia ini adalah tujuan akhir kehidupan. Akhirat dilupakan. Akhirnya, jabatan dan harta dipandang sebagai tujuan; bukan sebagai alat untuk meraih keridhaan Allah.

Islam tidak memerintahkan umatnya meninggalkan dunia. Tapi, umat Islam diperintahkan untuk menaklukkan dunia, untuk meletakkan dunia dalam genggamannya, bukan dalam hatinya. Dunia dan seisinya adalah amanah Allah. Semua akan dipertang-gungjawabkan di hadapan Allah di akhirat. Semakin tinggi jabatan, kedudukan, dan semakin banyak nikmat yang diterima seseorang di dunia, maka semakin berat pula tanggung jawabnya di akhirat. Karena itu, sangatlah bodoh orang yang siang malam sibuk mengejar dunia demi tujuan-tujuan kepuasan dunia semata. Wallahu A'lam. (H. Adian Husaini/Ketua Dewan Da’wah)

No comments:

Post a Comment